Dari selasar aku melihat kamu berteduh di bawah tas punggung yang sudah tiga tahun belakangan jadi favoritmu. Di antara himpitan jejak kaki lain, wajahmu masih berseri sambil ikut berpacu mengejar waktu yang sempat terbuang. Padahal, Gema, kalau kamu adalah kunang-kunang maka aku ini ilalang liar yang hidupnya tidak akan pernah nomaden, kamu bisa kembali lagi lain kali.
Tapi sebanyak apapun kamu ingin kembali (seperti sekarang, mengejar waktu yang sempat terbuang), aku harap kamu tidak lupa berapa jarak yang harus ditempuh untuk benar-benar pulang. Karena, Gema, aku ini bukan rumah—setidaknya belum cukup menjadi satu untuk kamu.
Aku ini tidak sehebat mercusuar atau pencakar langit, belum bisa menyapa langsung kelabu mendung di atas kepala. Cahaya bukan kuasaku, pun masih banyak yang aku ragu.
Karena itu aku ingin kamu selalu pulang dan kembali pada dirimu sendiri. Aku ingin kamu menjadi rumah untuk dirimu sendiri, kemudian aku bisa menjadi segelas air minum atau pena untuk menulis agenda harianmu. Roti tawar, selai coklat, atau semangkuk sereal. Aku juga bisa menjadi jam dinding di ruang tengah atau kenop pintu kamarmu. Pagar rumah, pot bunga, kerikil-kerikil kecil di halaman.. banyak sekali. Aku bisa mencoba jadi banyak hal, Gema—bahkan tas favoritmu itu—tapi aku tetap ingin kamu selalu pulang dan kembali pada dirimu sendiri.
“Kamu nggak bawa payung ya?”
“Nggak, jelek banget ya? Masih mau makan sama aku nggak?”
“Mau, tapi nggak tau yang punya tempat makan mau nerima kita atau nyuruh keluar.”
Aku ingin kamu selalu pulang dan kembali pada yang paling mengerti dirimu sendiri entah seberapa rentan raga itu nanti. Aku ingin kamu nyaman dengan dirimu sendiri, kemudian bagianku adalah membantu merengkuh seluruhnya jadi satu.
“Habis makan baru kita pulang, ya.”
“Pulang kemana?”
“Kamu ke rumah kamu, aku ke rumah aku. Kita belum satu rumah, kan?”
“Pinter.”
“Tapi aku antar kamu pulang dulu, oke?”
Supaya rumahmu dan rumahku bisa belajar banyak dari kelabu mendung—tidak perlu sampai sehebat mercusuar atau pencakar langit, lalu kita bisa diikat tanpa rasa limbung.
Sekali lagi, Gema, aku ini belum cukup untuk menjadi sebuah rumah—tapi setidaknya sebagai salah satu sisi ruang, aku akan selalu menyambutmu pulang.